Seorang arif mendefinisikan makna ikhlas sebagai berikut,
ikhlas berarti menyembunyikan kebaikan-kebaikan yang ia lakukan dari perhatian,
penglihatan dan penilaian orang lain, sebagaimana ia menyembunyikan
kejelekan-kejelekan yang ia perbuat. Adapun sebagaimana yang lain
mendefinisikan ikhlas adalah tidak menghendaki pujian dari orang lain atas amal
yang telah atau akan ia kerjakan.
Tanbihul Ghofilin |
Ketika Dzun
Nun Al-Mishri ditanya seseorang tentang siapakah diantara manusia yang
termasuk pilihan Allah SWT yang
telah dipilih oleh-Nya, maka ia pun
menjawab ialah mereka yang memiliki empat sifat sebagai berikut:
1.
Ketika ia
meninggalkan waktu istirahatnya untuk beribadah dan bertaqarrub kepada Allah SWT.
2.
Memberikan sesuatu
yang ada padanya.
3.
Tidak menghendaki
derajat yang bersifat duniawi, seperti tahta, kedudukan, jabatan ataupun harta.
4.
Istiqamah/tetap
pada pendiriannya, meskipun orang lain mengejek ataupun memujinya.
Diriwayatkan dari Ali bin Hakim bahwasannya Rasulullah
SAW bersabda, “Kelak pada hari kiamat akan ada sekelompok manusia yang diperhatikan
untuk ke Surga, dan ketika mereka telah begitu dekat dengan Surga hingga
tercium bau harumnya dan terlihat istana-istana serta kesenangan yang
dijanjikan oleh Allah bagai
penghuninya, tiba-tiba saja mereka diusir dan di seru agar menjauh dari Surga
tersebut, lantaran mereka tidak berhak untuk tinggal di dalamnya. Kemudian
mereka pun berpaling dengan perasaan kecewa dan menyesal, seraya
berkata, “Wahai Tuhan kami, mengapa Engkau memperlakukan kami
demikian, seandainya Engkau memasukkan kami ke Neraka sebelum Engkau
memperlihatkan kepada kami Surga yang telah Engkau sediakan bagi kekasih-kekasih-Mu yang telah kami lihat (maka sungguh
hal itu adalah lebih baik bagi kami).”
“Aku
memperlakukan kalian demikian, adalah tidak lain karena apa yang kalian lakukan
dahulu, dimana ketika sunyi (ditempat sepi) kalian mengerjakan
perbuatan-perbuatan maksiat, sementara ketika di tengah-tengah umum (manakala
mata manusia menyaksikan) kalian berlagak seperti seorang ahli ibadah, yang
sangat tekun beribadah. Kalian memamerkan perbuatan kalian kepada manusia dan
tidak takut kepada-Ku, kalian membesar-besarkan penilaian manusia melebihi
penilaian-Ku, kalian meninggalkan (kejelekan) karena penilaian manusia dan
tidak meninggalkan karena Aku. Maka pada hari ini tibalah bagi kalian untuk
merasakan kepedihan dari sisi-Ku dan mengharapkan keagungan dari Surga-Ku atas
kamu sekalian.”
Sebuah riwayat dari Ibnu Abas r.a menyebutkan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Manakala Allah
Azza Wajalla menciptakan Surga Adn,
dimana di dalamnya dipenuhi oleh segala sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh
mata, tidak pernah didengar olah telinga dan tidak pernah terlintas di benak
manusia. Kemudian Allah
memerintahkan kepadanya untuk berbicara, dan ia pun berseru: “Sungguh
beruntunglah orang-orang yang beriman (sebanyak 3x). lantas ia pun berseru, “Bahwasanya Aku haramkan untuk mendekat
(masuk) kepadaku bagi mereka orang-orang yang kikir, munafiq, dan suka pamer
(riya’).”
Sahabat Ali bin Abu Thalib menjelaskan bahwasannya terdapat empat tanda
yang dimiliki oleh mereka yang suka berbuat riya’ atau senang dipuji adalah sebagai berikut:
1.
Malas beramal ketika
tidak dilihat oleh manusia.
2.
Rajin beramal ketika
bersama-sama / dilihat oleh manusia.
3.
Ketika manusia mencela
ia mengurangi amal ibadahnya.
4.
Ketika menurut
memujinya maka ia meningkatkan amal ibadahnya.
Disebutkan bahwa setiap segala sesuatu itu
memiliki, pelindung/benteng, adapun menurut Syaqiq bin Ibrahim, benteng daripada amal itu ada tiga perkara,
yaitu:
1)
Ketika seorang beramal
kebaikan, maka hendaklah ia menanamkan sebuah persepsi dan mengakui bahwasannya
tidaklah ia akan dapat mengerjakan suatu kebaikan/amal ibadah, melainkan adalah
semata atas bimbingan dan pertolongan dari Allah
SWT. Sehingga hal itu akan menjauhkan hatinya dari sikap ujub. Sebab ujub
dalam beramal akan memusnahkan pahala dari amal itu sebagaimana api yang
membakar kayu bakar.
2)
Ketika seseorang
beramal kebaikan, maka hendaklah ia melakukannya semata-mata hanya mencari
keridhaan dari Allah SWT, sehingga
dengan demikian ia dapat mengarahkan nafsunya menjadi nafsu Al-Mutma’innah.
3)
Ketika seseorang
beramal kebaikan maka hendaklah ia
mengharapkan belasan/pahala semata hanya dari sisi Allah SWT, sehingga hal itu akan menjauhkan dirinya dari sifat
tamak dan riya’.
Dan dengan tiga perkara itulah ibadah
seseorang dapat menjadi ibadah yang ikhlas.
Adapun
sebagian orang arif yang lain
menyebutkan bahwasannya suatu amal ibadah itu memerlukan empat yang
menyertainya, yaitu:
a.
Beramal dengan
ilmu, ialah mengerjakan suatu amal itu dengan di dasari ilmu/pengetahuan,
karena amal akan menjadi betul dan sempurna bilamana dilandasi oleh ilmu.
b.
Beramal dengan di
sertai niat yang betul, karena segala amal adalah tergantung daripada niatnya.
c.
Beramal dengan di
sertai kesabaran, dengan demikian ia akan memperoleh kesempurnaan dan
ketenangan di dalam beramal. Tidak memperdulikan pujian ataukah celaan yang
nantinya diperoleh, sebab ia beramal dengan kesabaran dan hanya peduli pada
penilaian dari Allah SWT semata.
d.
Beramal dengan
disertai keikhlasan karena hanya dengan keikhlasan itulah amal ibadah seseorang
dapat diterima dengan baik di sisi Allah
SWT, dan Dia akan memberi pahala yang berlipat atas keikhlasan tersebut.
<Prev | 1 | 3 | Next> |
---|
No comments:
Post a Comment