Jadi kesia-siaan yang demikian oleh orang
bijak diibaratkan seperti orang yang pergi ke pasar dengan kantongnya yang
penuh kerikil, dimana setiap orang akan melihat dan menilainya sebagai orang
yang berkantong tebal alias berduit banyak, sehingga semua orang pun akan
berbisik, “Ah,
alangkah bahagianya orang itu dengan kantongnya yang penuh dengan uang”
padahal sesungguhnya orang tersebut tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun
dari kantongnya, kecuali hanya sanjungan dan pujian dari orang belaka, bagaimana ia akan dapat membeli sesuatu, sedang kerikil itu sama sekali tidak berharga
dan tidak bisa digunakan sebagai alat pembayaran. Demikianlah perumpamaan bagi
mereka yang beramal dengan disertai riya’ atau sum’ah.
Dalam surat Al-Furqon ayat 23 Allah SWT
berfirman:
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka
kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.”
Dari Sufyan
Ats-Tsauri dari seorang (sahabat) dari mujahid, ia berkata, “Ada seorang datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Ya Rasulullah,
sesungguhnya aku bersedekah dengan sesuatu dan dengan sedekah itu aku hanya
mengharap keridhaan Allah tetapi aku
juga senang bila dikatakan orang yang baik (oleh orang lain).”
Lantas turunlah firman Allah SWT dalam surat
Al-Kahfi ayat 110 yang artinya:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia
mengharapkan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”.
Oleh karena itu ketika seseorang
menginginkan pahala di sisi Allah
atas apa yang ia kerjakan maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh tersebut
dengan penuh keikhlasan dan tidak mencampurinya dengan segala bentuk
penyekutuan kepada seorang pun selain daripada-Nya.
Seorang arif
menyebutkan bahwasannya terdapat tujuh perkara yang mana bila perkara tersebut
tidak disertai dengan tujuh perkara yang lain, maka apa yang dikerjakan
hanyalah sebuah kesia-siaan belaka, tanpa ada kemanfaatan sedikit pun yang
dapat ia ambil darinya, adapun tujuh perkara tersebut adalah:
1.
Seseorang
yang mengaku takut kepada Allah akan
tetapi ia tidak mau meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa, maka tidaklah takut
yang demikian itu, melainkan hanyalah sebuah tipuan belaka, dimana ia tidak
akan dapat mengambil manfaat dari takutnya tersebut, melainkan hanya kesia-siaan
belaka.
2.
Seseorang
yang berharap mendapatkan pahala dari Allah
SWT akan tetapi dirinya enggan berusaha dan beribadah kepada-Nya, maka sungguh pengharapan yang
demikian adalah tidak dapat memberi manfaat sedikit pun bagi dirinya.
3.
Niat untuk
melakukan kebaikan kepada Allah SWT
akan tetapi tidak direalisasikan dalam perbuatan/kenyataan, maka niat (kata
hati) yang demikian tidak memberi manfaat bagi dirinya.
4.
Seseorang
yang berdoa kepada Allah akan tetapi
tidak disertai dengan usaha secara lahiriyah, maka doa yang demikian tidaklah
dapat memberi manfaat bagi dirinya. Sebab kesungguh-sungguhan di dalam berdoa
adalah berarti bersungguh-sungguh pula di dalam bentuk amaliyahnya, dan
disinilah Allah SWT akan memberi
petunjuk kepadanya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT: “Dan
orang-orang yang bersungguh-sungguh di dalam (mencari keridhaan) Kami, niscaya
Kami akan memberi petunjuk kepada mereka (menuju) jalan-jalan Kami dan
sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik”.
5.
Seseorang
yang memohon ampun kepada Allah akan tetapi tidak menyesali dosa-dosa yang telah
dilakukan olehnya, maka tidaklah permohonan yang ia lakukan, melainkan hanya
sebatas di lisan saja, tanpa ada kesungguhan di hati penyesalan yang
sebenar-benarnya.
6.
Seseorang
yang berbuat kebaikan dalam bentuk lahirnya (yang tampak) akan tetapi ketika
orang tidak melihat atau memperhatikannya ia mengerjakannya dengan tidak baik,
maka perbuatan yang demikian hanyalah cermin dari kepura-puraan belaka,
sehingga hal itu tidak membawa kebaikan sedikit pun bagi dirinya.
7.
Seseorang
yang bersungguh-sungguh di dalam beramal, akan tetapi ia tidak ikhlas karena Allah
SWT semata.
No comments:
Post a Comment